banner 728x250

Pilkada di Tanah Papua, tidak harus langsung

banner 120x600
banner 468x60


Jayapura,OborNyala.Onlie,-Ketika Pembahasan revisi UU Otsus Papua tahun 2021, sebagai Anggota DPR Papua, kami pernah membuat sebuah makalah yang isinya pokok pikiran usulan peruban UU Otsus,https://www.jagapapua.com/article/detail/5433/simak-usulan-perubahan-per-pasal-uu-otsus-john-gobay,salahsatu yang kami usul adalah Pilkada melalui DPRD, artinya Pemilihan tidak langsung.
Hal ini kami usulkan sesuai dengan pengamatan kami selama ini di Tanah Papua, yang menurut kami jenis pemilihan langsung sdh waktunya di evaluasi, alasannya antara lain: membuat oknum oknum asn tidak netral, yang potensial tergeser karena mendukung calon tertentu, daerah yang tidak memberi suara tidak mendapat perhatian, konflik berkepanjangan, memerlukan biaya tinggi yang akhirnya akan menguras APBD dan karena kondisi, asas Luber tidak akan terjadi, karena kepentingan politik dan money politik relasi dalam pemerintahan tidak akan berjalan sepatutnya,artinya penerapan nilai nilai demokrasi tidak harus langsung sehingga sebagai pelaksanaan desentralisasi asimetris di Tanah Papua tidak harus Pilkada langsung.

Pendapat Pakar
Pemerintah pernah memikirkan untuk mengusulkan sistem pilkada asimetris, yakni
sistem pilkada yang memungkinkan adanya perbedaan pelaksanaan
mekanisme pemilihan kepala daerah antardaerah, misalnya karakteristik
tertentu daerah tersebut seperti kekhususan aspek administrasi, budaya,
dan faktor strategis wilayah. Pilkada asimetris sudah diterapkan di
beberapa daerah, seperti Aceh dan Yogyakarta.
Pilkada Aceh menyertakan
keberadaan partai politik lokal, pilkada di Yogyakarta tanpa pemilihan
gubernur, dan Pilkada DKI dengan tanpa pemilihan wali kota maupun bupati.
Ini merupakan beberapa pilihan asimetris di Indonesia (Anggraeni, 2019).
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan
mengusulkan agar pemilihan kepala daerah (pilkada) di sejumlah
kabupaten di Papua tidak dilakukan secara langsung seperti yang berlaku
selama ini. Menurutnya, hal itu bisa dipertimbangkan untuk diterapkan pada pilkada selanjutnya.
Menurut saya memang patut dipertimbangkan dan dikaji untuk dicari
solusi terbaik tentang model pilkadanya itu, Salah satu opsi solusi yang
dimaksud Wahyu yakni kepala daerah ditunjuk oleh DPRD setempat.”
Banyak hasil pilkada
langsung justru membuat masyarakat tidak rasional dan menghasilkan pemerintahan yang tidak adil.
Sejumlah konflik akibat pelaksaan Pilkada di sejumlah daerah yang
mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. proses Pilkada di Papua sebaiknya
dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Papua atau pemilihan secara
tidak langsung.
Pelaksanaan semacam ini dinilai jauh lebih aman
dibanding yang berjalan selama ini. Karena tujuan dari pelaksanaan
Pilkada ini kan memilih pemimpin untuk membuat rakyatnya sejahtera.
Bukan justru menjadi kekacauan akibat Pilkada.
Mantan Ketua Hakim
Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan alangkah baiknya
jika pilkada langsung dievaluasi kembali. Menurut Mahfud, banyak terjadi kecurangan yang terjadi selama pemilihan langsung diterapkan dalam Pilkada. Dia berani mengungkapkan hal tersebut karena sempat
menangani sejumlah kasus sengketa pilkada saat masih menjabat sebagai
Ketua MK. “Itu terbukti semua di pengadilan. Dan mengaku, dan itu banyak sekali terjadi. Itu kalau berdasarkan pengalaman saya,” ujar Mahfud dalam acara peluncuran buku Intelijen dan Pilkada di Gramedia,
Matraman, Jakarta.
Ketua Komite I DPD RI Teras Narang menilai sistem pilkada bisa saja diubah baik langsung atau kembali ke DPRD.Semua bergantung pada
perkembangan situasi terkini apalagi jika dikaitkan dengan mahalnya
biaya “Tentunya besaran dana itu bisa dialokasikan ke yang lain seperti
pembangunan sekolah, puskesmas, atau infrastruktur berupa jalan,” kata Teras.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun justru menilai model pilkada asimetris yang kekinian telah diterapkan di beberapa daerah perlu dievaluasi. Misalnya, pilkada asimetris di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Aceh, DKI Jakarta dan Papua.”
Saya setuju kita harus mengkajiasimetris ini lebih lanjut. Sebagai contoh misalnya, apakah di Papua di
daerah-daerah tertentu yang di pegunungan terutama yang masih memberlakukan sistem noken masih memerlukan pemilihan secaralangsung atau tidak,” ujarnya. “Karena pemilihan langsung itu adalah pemilihan luber dan jurdil harusnya, yaitu langsung,umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Nah, dalam sistem noken saya kira luber susah tercapai,”katanya.
Tanah Papua yang diberi predikat otonomi khusus dengan undang-undang boleh saja bersifat desentralisasi asimetris, bukan simetris
atau yang otoritasnya oleh pemerintah pusat dilakukan secara luar biasa.
Dengan arti kata, Pemilihan Kepala daerah dapat berbeda dengan Provinsi lain berbeda dari daerah yang lain hal ini juga terungkap dalam,
Workshop 19 Tahun Implementasi dan Otonomi Khusus (Otsus) di
Wilayah Adat Tabi-Saireri, yang berlangsung di Media Center Forum Kepala Daerah se-Tabi dan Saireri, di Suni Garden Lake Hotel and Resort,
Hawaii, Kota Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura di Point 8) Pemilihan Kepala Daerah harus ada pengaturan bersifat khusus;

banner 325x300

Penutup
karena itu kami mengusulkan terkait Pemilihan Kepala Daerah, adalah di tanah papua
dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat hal ini harus diatur kembali dalam UU Otsus Papua.

Referensi: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180405065542-32-288398/kepala-daerah-di-papua-diwacanakankembali-dipilih-dprd https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-01323112/pilkada-langsung-atau-dikembalikan-ke-dprd-belandamasih-jauh?page= https://www.kompas.com/tren/read/2019/12/02/164404365/pilkada-langsung-atau-tidak-mau-dibawa-kemana-demokrasi-kita?page=all. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180405065542-32-288398/kepala-daerah-di-papua-diwacanakan (Redaksi)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *